MAKALAH USHUL FIQH
KAIDAH-KAIDAH FIQHIYAH
Diajukan sebagai tugas mata kuliah
Ushul Fiqh
Disusun oleh :
Sri Nurul Mulyanah 1128020076
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP)
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2013
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas membuat
sebuah Makalah yang berjudul “Makalah Ushul Fiqh mengenai Kaidah-kaidah
Fiqhiyah”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing yang telah
membantu pembuatan makalah ini. Dan teman-teman yang telah membantu juga, kami
ucapkan terima kasih.
Kami mengharap, dengan
membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat
menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini. Semoga
bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Amin.
Wassalamuallaikum Wr. Wb.
Penyusun,
( )
2
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
................................................................................................................
1
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................
2
DAFTAR ISI
............................................................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN
........................................................................................................
4
A. Latar Belakang
.............................................................................................................
4
B. Rumusan Masalah
........................................................................................................
4
C. Tujuan Masalah
............................................................................................................
4
BAB II PEMBAHASAN
.........................................................................................................
5
A.
Definisi Kaidah Fiqhiyah
.............................................................................................
5
B. Sejarah Kaidah Fiqhiyah..............................................................................................
6
C. Pembagian Kaidah Fiqhiyah.......................................................................................
8
D. Manfaat Kaidah Fiqhiyah..........................................................................................
10
BAB III PENUTUP
............................................................................................................... 12
Kesimpulan
.......................................................................................................................
12
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................................
13
3
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqih) adalah sesuatu yang
sangat penting dan menjadi kebutuhan bagi kaum Muslim. Akan tetapi tidak
sedikit orang yang kurang memahami tentang hal ini, untuk itu perlu kiranya
bagi kaum muslim untuk mempelajari dan mengkaji ulang ilmu ini. Dengan
menguasai kaidah-kaidah fiqih seorang muslim akan mengetahui benang merah yang
menguasai fiqih, karena kaidah fiqih itu menjadi titik temu dari
masalah-masalah fiqih. Selain itu juga akan menjadi lebih arif dalam menerapkan fiqih pada waktu
dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan.
Dengan mempelajari
kaidah fiqih, diharapkan pada akhirnya juga bisa menjadi lebih moderat dalam
menyikapi masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, budaya sehingga kaum muslim
bisa mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang
dalam masyarakat dengan lebih baik. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini
agar pembaca lebih memahami kaidah-kaidah fiqh.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang
penulis angkat dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan kaidah
fiqhiyah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan
kaidah fiqhiyah ?
3. Apa saja yang membedakan
pembagian kaidah fiqhiyah ?
4. Apa manfaat dari kaidah fiqhiyah
?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui definisi dari kaidah
fiqhiyah
2. Mengetahui sejarah perkembangan
kaidah fiqhiyah
3. Mengetahui pembagian kaidah
fiqhiyah
4. Mengetahui manfaat dari kaidah
fiqhiyah
4
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Kaidah Fiqhiyah
Qawaid merupakan bentuk jamak dari
qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang
berarti aturan atau patokan. Ahmad warson menambahkan bahwa, kaidah bisa
berarti al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar),
al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Hal ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 26 :
”Allah akan
menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya”.
(Q.S. An-Nahl :
26)
Sedangkan dalam tinjauan terminologi kaidah punya
beberapa arti, menurut
Dr. Ahmad asy-syafi’i
dalam buku Usul Fiqh Islami, mengatakan bahwa kaidah itu adalah :
”Kaum yang
bersifat universal (kulli) yang diakui oleh satuan-satuan hukum juz’i yang
banyak”.
Sedangkan mayoritas
Ulama Ushul mendefinisikan kaidah dengan :
”Hukum yang
biasa berlaku yang
bersesuaian dengan sebagian
besar bagiannya”.
Singkatnya, kaidah fiqh merupakan kaidah
yang dirumuskan dari berbagai macam aturan fiqh dalam berbagai bidangnya, cara
mempelajarinya berawal dari mempelajari mmateri fiqh dan merupakan pedoman
praktis yang bijaksana dalam mengambil keputusan hukum.
5
B.
Sejarah
Kaidah Fiqhiyah
Sejarah perkembangan
dan penyusunan Qawaidul Fiqhiyah diklarifikasikan menjadi 3 fase, yaitu :
1.
Fase pertumbuhan dan pembentukan
Masa pertumbuhan dan pembentukan berlangsung
selama tiga abad lebih.
Dari zaman kerasulan
hingga abad ke-3 hijrah. Periode ini dari segi pase sejarahhukumi islam, dapat
dibagi menjadi tiga zaman Nabi muhammad SAW, yang berlangsung selama 22 tahun
lebih (610-632 H / 12 SH-10 H), dan zaman tabi’in serta tabi’ tabi’in yang
berlangsung selama 250 tahun (724-974 M / 100-351 H). Tahun 351 H / 1974 M,
dianggap sebagai zaman kejumudan, karena tidak ada lagi ulama pendiri maazhab.
Ulama pendiri mazhab terakhir adalah Ibn Jarir al-Thabari (310 H / 734 M), yang
mendirikan mazhab jaririyah.
Dengan demikian, ketika fiqh telah
mencapai puncak kejayaan, kaidah fiqh baru dibentuk dab ditumbuhkan. Ciri-ciri
kaidah fiqh yuang dominan adalah Jawami al-Kalim (kalimat ringkas tapi cakupan
maknnya sangat luas). Atas dasar ciri dominan tersebut, ulama menetapkan bahwa
hadits yang mempunyai ciri-ciri tersebut dapat dijadikan kaidah fiqh. Oleh
karena itulah periodesasi sejarah kaidah fiqih dimulai sejak zaman Nabi
Muhammad SAW.
Sabda Nabi Muhammad SAW, yang jawami
al-Kalim dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
•
Segi sumber : Ia adalah hadits, oleh karena itu, ia menjadi dalil hukum
islam
yang tidak mengandung al-Mustasnayat
•
Segi cakupan makna dan bentuk kalimat : Ia dikatakan sebagai kaidah
fiqh
karena kalimatnya ringkas, tapi cakupan
maknanya luas.
Beberapa sabda Nabi
Muhammad SAW yang dianggap sebagai kaidah fiqh, yaitu :
”pajak itu disertai imbalan jaminan”
”Tidak boleh menyulitkan (orang lain) dan
tidak boleh dipersulitkan (oleh orang
lain)”[3]
6
Demikian beberapa sabda
Nabi Muhammad SAW, yang dianggap sebagai kaidah fiqh. Generasi berikutnya
adalah generasi sahabat, sahabat berjasa dalam ilmu kaidah fiqh, karena turut
serta membentuk kaidah fiqh.
Para sahabat dapat
membentuk kaidah fiqh karena dua keutamaan, yaitu mereka adalah murid
Rasulullah SAW dan mereka tahu situasi yang menjadi turunnya wahyu dan
terkadang wahyu turun berkenaan dengan mereka.
Generasi berikutnya adalah tabi’in dan
tabi’ tabi’in selama 250 tahun. Diantara ulama yang mengembangkan kaidah fiqh
pada generasi tabi’in adalah Abu Yusuf Ya’kub ibn Ibrahim (113-182), dengan
karyanya yang terkenal kitab Al-Kharaj, kaidah-kaidah yang disusun adalah :
”Harta setiap yang
meninggal yang tidak memiliki ahli waris diserahkan ke Bait al-
mal”
Kaidah tersebut
berkenaan dengan pembagian harta pusaka Baitul Mal sebagai salah satu lembaga
ekonomi umat Islamdapat menerima harta peninggalan (tirkah atau mauruts),
apbila yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris.
Ulama berikutnya yang
mengembangkan kaidah fiqh adalah Imam Asy-Syafi’i, yang hidup pada fase kedua
abad kedua hijriah (150-204 H), salah satu kaidah yang dibentuknya, yaitu :
”Sesuatu yangh
dibolehkan dalah keadaan terpaksa adalah tidak diperbolehkan
ketika tidak terpaksa”
Ulama berikutnya yaitu
Imam Ahmad bin Hambal (W. 241 H), diantara kaidah yang dibangun oleh Imam Ahmad
bin Hambal, yaitu :
”Setiap yang dibolehkan
untuk dijual, maka dibolehkan untuk dihibahkan dan
digadaikan”
2. Fase perkembangan dan kodifikasi
Dalam sejarah hukum islam, abad IV H, dikenal
sebagai zaman taqlid. Pada zaman ini, sebagian besar ulama melakukan tarjih
(penguatan-penguatan) pendapat imam mazhabnya masing-masing.
7
Usaha kodifikasi
kaidah-kaidah fiqhiyah bertujuan agar kaidah-kaidah itu bisa berguna bagi
perkembangan ilmu fiqh pada masa-masa berikutnya.
Pada abad VIII H,
dikenal sebagai zaman keemasan dalam kodifikasi kaidah fiqh, karena
perkembangan kodifikasi kaidah fiqh begitu pesat. Buku-buku kaidah fiqh
terpenting dan termasyhur abad ini adalah :
• Al-Asybah wa
al-Nazha’ir, karya ibn wakil al-Syafi’i (W. 716 H)
• Kitab al-Qawaid,
karya al-Maqarri al-maliki (W. 750 H)
• Al-Majmu’ al-Mudzhab
fi Dhabh Qawaid al-Mazhab, karya al-Ala’i al-Syafi’i (W. 761
H)
• Al-Qawaid fi al-Fiqh,
karya ibn rajab al-Hambali (W. 795 H)
3. Fase kematangan dan penyempurnaan
Abad X H dianggap
sebagai periode kesempurnaan kaidah fiqh, meskipun demikian tidak berarti tidak
ada lagi perbaikan-perbaikan kaidah fiqh pada zaman sesudahnya. Salah satu
kaidah yang disempurnakan di abad XIII H adalah
“seseorang tidak
dibolehkan mengelola harta orang lain, kecuali ada izin dari
pemiliknya”
Kaidah tersebut
disempurnakan dengan mengubah kata-kata idznih menjadi idzn. Oleh karena itu
kaidah fiqh tersebut adalah :
“seseorang tidak
diperbolehkan mengelola harta orang lain tanpa izin”
C.
Pembagian Kaidah Fiqhiyah
Cara membedakan
sesuatu dapat dilakukan di beberapa segi :
1. Segi fungsi
Dari segi fungsi, kaidah fiqh dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu sentral dan marginal. Kaidah fiqh yang berperan
sentral, karena kaidah tersebut memiliki cakupan-cakupan yang begitu luas.
Kaidah ini dikenal sebagai al-Qawaid al-Kubra al-Asasiyyat, umpamanya :
8
“Adat dapat
dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”
Kaidah ini
mempunyai beberapa turunan kaidah yang berperan marginal, diantaranya :
“Sesuatu yang dikenal secara kebiasaan seperti
sesuatu yang telah ditentukan sebagai syarat”
“Sesuatu yang
ditetapkan berdasarkan kebiasaan seperti ditetapkan dengan naskh”
Dengan demikian, kaidah yang berfungsi
marginal adalah kaidah yang cakupannya lebih atau bahkan sangat sempit sehingga
tidak dihadapkan dengan furu’.
2.
Segi mustasnayat
Dari sumber pengecualian, kaidah fiqh dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu : kaidah yang tidak memiliki pengecualian dan yang
mempunyai pengecualian.
Kaidah fiqh yang
tidak mempunyai pengecualian adalah sabda Nabi Muhammad SAW. umpamanya adalah :
“Bukti
dibebankan kepada penggugat dan sumpah dibebankan kepada tergugat”
Kaidah fiqh lainnya adalah kaidah yang
mempunyai pengecualian kaidah yang tergolong pada kelompok yang terutama
diikhtilafkan oleh ulama.
3.
Segi kualitas
Dari segi
kualitas, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
1) Kaidah kunci
Kaidah kunci yang dimaksud adalah
bahwa seluruh kaidah fiqh pada
dasarnya, dapat dikembalikan kepada
satu kaidah, yaitu :
“Menolak kerusakan (kejelekan) dan
mendapatkan maslahat”
Kaidah di atas merupakan kaidah kunci,
karena pembentukan kaidah fiqh
adalah upaya agar manusia terhindar dari kesulitan dan dengan
sendirinya
ia mendapatkan kemaslahatan.
9
2) Kaidah asasi
Adalah kaidah fiqh yang tingkat
kesahihannya diakui oleh seluruh aliran
hukum Islam. Kaidah fiqh tersebut
adalah :
a.
“Perbuatan / perkara itu
bergantung pada niatnya”
b.
“Kenyakinan tidak hilang dengan keraguan”
c.
“Kesulitan mendatangkan kemudahan”
d.
“Kerusakan / kemafsadatan itu harus dihilangkan”
e.
“Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”
3) Kaidah fiqh yang diterima oleh semua
aliran hukum sunni
Kaidah fiqh yang diterima oleh semua
aliran hukum sunni adalah
“majallah al-Ahkam al-Adliyyat”, kaidah
ini dibuat diabad XIX M, oleh
lajnah fuqaha usmaniah.
D.
Manfaat
Kaidah Fiqhiyah
Manfaat dari kaidah Fiqh (Qawaidul
Fiqh) adalah :
- Dengan kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh
- Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi
- Dengan kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adaptasi yang berbeda
- Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang diciptakan oleh Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya mengikuti Al-Qur’an dan al-Sunnah, meskipun dengan cara yang tidak langsung
Menurut Imam Ali al-Nadawi (1994)
- Mempermudah dalam menguasai materi hukum
10
- kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan
- Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahnan baru.
- mempermudah orang yang berbakar fiqh dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian hokum dengan mengeluarkannya dari tema yang berbeda-beda serta meringkasnya dalam satu topik
- Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan menunjukkan bahwa hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan atau menegakkan maslahat yang lebih besar
- Pengetahuan tentang kaidah fiqh merupakan kemestian karena kaidah mempermudah cara memahami furu’ yang bermacam-macam
11
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah
di atas dapat penulis ambil beberapa kesimpulan, yaitu :
1. Kaidah-kaidah fiqh
itu terdiri dari banyak pengertian, karena kaidah itu bersifat
menyeluruh yang
meliputi bagian-bagiannya dalam arti bisa diterapkan kepada juz’iyatnya
(bagian-bagiannya).
2. Salah satu manfaat
dari adanya kaidah fiqh, kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum
fiqh dan akan
mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dam kemudian menjadi titik
temu dari
masalah-masalah fiqh.
12
DAFTAR PUSTAKA
·
Syafe’i,.
Rachmat. Prof. DR. 2010. Ilmu Ushul Fiqh,
Bandung: CV. Pustaka Setia.
13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar