Jumat, 07 Juni 2013

makalah kaidah ushul fiqh



MAKALAH USHUL FIQH
KAIDAH-KAIDAH FIQHIYAH
Diajukan sebagai tugas mata kuliah Ushul Fiqh




Disusun oleh :
Sri Nurul Mulyanah                             1128020076





FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK (FISIP)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
                                                        2013      

KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan tugas membuat sebuah Makalah yang berjudul “Makalah Ushul Fiqh mengenai Kaidah-kaidah Fiqhiyah”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada para pembimbing yang telah membantu pembuatan makalah ini. Dan teman-teman yang telah membantu juga, kami ucapkan terima kasih.
Kami mengharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita, khususnya bagi penulis. Memang makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini. Semoga bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Amin.
Wassalamuallaikum Wr. Wb.











                                                                                                                          Penyusun,



(                     )

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4
A.    Latar Belakang ............................................................................................................. 4
B.    Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
C.    Tujuan Masalah ............................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 5
    A.    Definisi Kaidah Fiqhiyah ............................................................................................. 5
B.    Sejarah Kaidah Fiqhiyah.............................................................................................. 6
C.    Pembagian  Kaidah Fiqhiyah....................................................................................... 8
D.    Manfaat Kaidah Fiqhiyah.......................................................................................... 10

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 12
Kesimpulan ....................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 13







3
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Qawaidul fiqhiyah  (kaidah-kaidah fiqih) adalah sesuatu yang sangat penting dan menjadi kebutuhan bagi kaum Muslim. Akan tetapi tidak sedikit orang yang kurang memahami tentang hal ini, untuk itu perlu kiranya bagi kaum muslim untuk mempelajari dan mengkaji ulang ilmu ini. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih seorang muslim akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqih, karena kaidah fiqih itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqih. Selain itu juga akan menjadi  lebih arif dalam menerapkan fiqih pada waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan.

Dengan mempelajari kaidah fiqih, diharapkan pada akhirnya juga bisa menjadi lebih moderat dalam menyikapi masalah-masalah politik, ekonomi, sosial, budaya sehingga kaum muslim bisa mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat dengan lebih baik. Oleh karena itu kami menyusun makalah ini agar pembaca lebih memahami kaidah-kaidah fiqh.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang penulis angkat dalam makalah ini adalah :
1. Apa yang di maksud dengan kaidah fiqhiyah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan kaidah fiqhiyah ?
3. Apa saja yang membedakan pembagian kaidah fiqhiyah ?
4. Apa manfaat dari kaidah fiqhiyah ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui definisi dari kaidah fiqhiyah
2. Mengetahui sejarah perkembangan kaidah fiqhiyah
3. Mengetahui pembagian kaidah fiqhiyah
4. Mengetahui manfaat dari kaidah fiqhiyah


4
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Definisi Kaidah Fiqhiyah
      Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau patokan. Ahmad warson menambahkan bahwa, kaidah bisa berarti al-asas (dasar atau pondasi), al-Qanun (peraturan dan kaidah dasar), al-Mabda’ (prinsip), dan al-nasaq (metode atau cara). Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 26 :



”Allah akan menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya”.
(Q.S. An-Nahl : 26)

Sedangkan  dalam  tinjauan   terminologi kaidah  punya  beberapa   arti,   menurut
Dr. Ahmad asy-syafi’i dalam buku Usul Fiqh Islami, mengatakan bahwa kaidah itu adalah :

”Kaum yang bersifat universal (kulli) yang diakui oleh satuan-satuan hukum juz’i yang banyak”.
Sedangkan mayoritas Ulama Ushul mendefinisikan kaidah dengan :

”Hukum   yang   biasa   berlaku    yang   bersesuaian   dengan   sebagian   besar bagiannya”.

      Singkatnya, kaidah fiqh merupakan kaidah yang dirumuskan dari berbagai macam aturan fiqh dalam berbagai bidangnya, cara mempelajarinya berawal dari mempelajari mmateri fiqh dan merupakan pedoman praktis yang bijaksana dalam mengambil keputusan hukum.





5
B.       Sejarah Kaidah Fiqhiyah
Sejarah perkembangan dan penyusunan Qawaidul Fiqhiyah diklarifikasikan menjadi 3 fase, yaitu :

1. Fase pertumbuhan dan pembentukan
      Masa pertumbuhan dan pembentukan  berlangsung  selama tiga abad lebih.
Dari zaman kerasulan hingga abad ke-3 hijrah. Periode ini dari segi pase sejarahhukumi islam, dapat dibagi menjadi tiga zaman Nabi muhammad SAW, yang berlangsung selama 22 tahun lebih (610-632 H / 12 SH-10 H), dan zaman tabi’in serta tabi’ tabi’in yang berlangsung selama 250 tahun (724-974 M / 100-351 H). Tahun 351 H / 1974 M, dianggap sebagai zaman kejumudan, karena tidak ada lagi ulama pendiri maazhab. Ulama pendiri mazhab terakhir adalah Ibn Jarir al-Thabari (310 H / 734 M), yang mendirikan mazhab jaririyah.

      Dengan demikian, ketika fiqh telah mencapai puncak kejayaan, kaidah fiqh baru dibentuk dab ditumbuhkan. Ciri-ciri kaidah fiqh yuang dominan adalah Jawami al-Kalim (kalimat ringkas tapi cakupan maknnya sangat luas). Atas dasar ciri dominan tersebut, ulama menetapkan bahwa hadits yang mempunyai ciri-ciri tersebut dapat dijadikan kaidah fiqh. Oleh karena itulah periodesasi sejarah kaidah fiqih dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.

      Sabda Nabi Muhammad SAW, yang jawami al-Kalim dapat ditinjau dari dua segi, yaitu :
     Segi sumber : Ia adalah hadits, oleh karena itu, ia menjadi dalil hukum islam
       yang tidak mengandung al-Mustasnayat
     Segi cakupan makna dan bentuk kalimat : Ia dikatakan sebagai kaidah fiqh 
       karena kalimatnya ringkas, tapi cakupan maknanya luas.

Beberapa sabda Nabi Muhammad SAW yang dianggap sebagai kaidah fiqh, yaitu :           
  ”pajak itu disertai imbalan jaminan”
  ”Tidak boleh menyulitkan (orang lain) dan tidak boleh dipersulitkan (oleh orang 
  lain)”[3]



6
Demikian beberapa sabda Nabi Muhammad SAW, yang dianggap sebagai kaidah fiqh. Generasi berikutnya adalah generasi sahabat, sahabat berjasa dalam ilmu kaidah fiqh, karena turut serta membentuk kaidah fiqh.

Para sahabat dapat membentuk kaidah fiqh karena dua keutamaan, yaitu mereka adalah murid Rasulullah SAW dan mereka tahu situasi yang menjadi turunnya wahyu dan terkadang wahyu turun berkenaan dengan mereka.

      Generasi berikutnya adalah tabi’in dan tabi’ tabi’in selama 250 tahun. Diantara ulama yang mengembangkan kaidah fiqh pada generasi tabi’in adalah Abu Yusuf Ya’kub ibn Ibrahim (113-182), dengan karyanya yang terkenal kitab Al-Kharaj, kaidah-kaidah yang disusun adalah :
”Harta setiap yang meninggal yang tidak memiliki ahli waris diserahkan ke Bait al-
mal”

Kaidah tersebut berkenaan dengan pembagian harta pusaka Baitul Mal sebagai salah satu lembaga ekonomi umat Islamdapat menerima harta peninggalan (tirkah atau mauruts), apbila yang meninggal dunia tidak memiliki ahli waris.
Ulama berikutnya yang mengembangkan kaidah fiqh adalah Imam Asy-Syafi’i, yang hidup pada fase kedua abad kedua hijriah (150-204 H), salah satu kaidah yang dibentuknya, yaitu :
”Sesuatu yangh dibolehkan dalah keadaan terpaksa adalah tidak diperbolehkan
ketika tidak terpaksa”

Ulama berikutnya yaitu Imam Ahmad bin Hambal (W. 241 H), diantara kaidah yang dibangun oleh Imam Ahmad bin Hambal, yaitu :
”Setiap yang dibolehkan untuk dijual, maka dibolehkan untuk dihibahkan dan
digadaikan”

  2. Fase perkembangan dan kodifikasi
      Dalam sejarah hukum islam, abad IV H, dikenal sebagai zaman taqlid. Pada zaman ini, sebagian besar ulama melakukan tarjih (penguatan-penguatan) pendapat imam mazhabnya masing-masing.
7
Usaha kodifikasi kaidah-kaidah fiqhiyah bertujuan agar kaidah-kaidah itu bisa berguna bagi perkembangan ilmu fiqh pada masa-masa berikutnya.

Pada abad VIII H, dikenal sebagai zaman keemasan dalam kodifikasi kaidah fiqh, karena perkembangan kodifikasi kaidah fiqh begitu pesat. Buku-buku kaidah fiqh terpenting dan termasyhur abad ini adalah :

• Al-Asybah wa al-Nazha’ir, karya ibn wakil al-Syafi’i (W. 716 H)
• Kitab al-Qawaid, karya al-Maqarri al-maliki (W. 750 H)
• Al-Majmu’ al-Mudzhab fi Dhabh Qawaid al-Mazhab, karya al-Ala’i al-Syafi’i (W. 761
H)
• Al-Qawaid fi al-Fiqh, karya ibn rajab al-Hambali (W. 795 H)

  3. Fase kematangan dan penyempurnaan
Abad X H dianggap sebagai periode kesempurnaan kaidah fiqh, meskipun demikian tidak berarti tidak ada lagi perbaikan-perbaikan kaidah fiqh pada zaman sesudahnya. Salah satu kaidah yang disempurnakan di abad XIII H adalah
“seseorang tidak dibolehkan mengelola harta orang lain, kecuali ada izin dari
pemiliknya”

Kaidah tersebut disempurnakan dengan mengubah kata-kata idznih menjadi idzn. Oleh karena itu kaidah fiqh tersebut adalah :
“seseorang tidak diperbolehkan mengelola harta orang lain tanpa izin”

C.      Pembagian  Kaidah Fiqhiyah
Cara membedakan sesuatu dapat dilakukan di beberapa segi :

     1. Segi fungsi
    Dari segi fungsi, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sentral dan marginal. Kaidah fiqh yang berperan sentral, karena kaidah tersebut memiliki cakupan-cakupan yang begitu luas. Kaidah ini dikenal sebagai al-Qawaid al-Kubra al-Asasiyyat, umpamanya :

8
“Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”

Kaidah ini mempunyai beberapa turunan kaidah yang berperan marginal, diantaranya :

 “Sesuatu yang dikenal secara kebiasaan seperti sesuatu yang telah ditentukan sebagai syarat”

“Sesuatu yang ditetapkan berdasarkan kebiasaan seperti ditetapkan dengan naskh”

     Dengan demikian, kaidah yang berfungsi marginal adalah kaidah yang cakupannya lebih atau bahkan sangat sempit sehingga tidak dihadapkan dengan furu’.

2. Segi mustasnayat
    Dari sumber pengecualian, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : kaidah yang tidak memiliki pengecualian dan yang mempunyai pengecualian.
Kaidah fiqh yang tidak mempunyai pengecualian adalah sabda Nabi Muhammad SAW. umpamanya adalah :

“Bukti dibebankan kepada penggugat dan sumpah dibebankan kepada tergugat”

     Kaidah fiqh lainnya adalah kaidah yang mempunyai pengecualian kaidah yang tergolong pada kelompok yang terutama diikhtilafkan oleh ulama.

3. Segi kualitas
Dari segi kualitas, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :

    1) Kaidah kunci
           Kaidah kunci yang dimaksud adalah bahwa seluruh kaidah fiqh pada   
        dasarnya, dapat dikembalikan kepada satu kaidah, yaitu :
             “Menolak kerusakan (kejelekan) dan mendapatkan maslahat”
        Kaidah di atas merupakan kaidah kunci, karena pembentukan kaidah fiqh  
        adalah upaya agar manusia  terhindar dari kesulitan dan dengan sendirinya
        ia mendapatkan kemaslahatan.
                                                                                                     9
    2) Kaidah asasi
           Adalah kaidah fiqh yang tingkat kesahihannya diakui oleh seluruh aliran    
        hukum Islam. Kaidah fiqh tersebut adalah :
        a.       “Perbuatan / perkara itu bergantung pada niatnya”
        b.      “Kenyakinan tidak hilang dengan keraguan”
        c.       “Kesulitan mendatangkan kemudahan”
        d.      “Kerusakan / kemafsadatan itu harus dihilangkan”
        e.       “Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”

    3) Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni
           Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni adalah   
        “majallah al-Ahkam al-Adliyyat”, kaidah ini dibuat diabad XIX M, oleh
        lajnah fuqaha usmaniah.

D.      Manfaat Kaidah Fiqhiyah
Manfaat dari kaidah Fiqh (Qawaidul Fiqh) adalah :
  1. Dengan kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh
  2. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi
  3. Dengan kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adaptasi yang berbeda
  4. Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang diciptakan oleh Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya mengikuti Al-Qur’an dan al-Sunnah, meskipun dengan cara yang tidak langsung
Menurut Imam Ali al-Nadawi (1994)
  1. Mempermudah dalam menguasai materi hukum

10
  1. kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak diperdebatkan
  2. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahnan baru.
  3. mempermudah orang yang berbakar fiqh dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian hokum dengan mengeluarkannya dari tema yang berbeda-beda serta meringkasnya dalam satu topik
  4. Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan menunjukkan bahwa hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan atau menegakkan maslahat yang lebih besar
  5. Pengetahuan tentang kaidah fiqh merupakan kemestian karena kaidah mempermudah cara memahami furu’ yang bermacam-macam















11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas dapat penulis ambil beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Kaidah-kaidah fiqh itu terdiri dari banyak pengertian, karena kaidah itu bersifat
menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam arti bisa diterapkan kepada juz’iyatnya
(bagian-bagiannya).

2. Salah satu manfaat dari adanya kaidah fiqh, kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum
fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dam kemudian menjadi titik
temu dari masalah-masalah fiqh.














12
DAFTAR PUSTAKA

·         Syafe’i,. Rachmat. Prof. DR. 2010. Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: CV. Pustaka Setia.






























13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar